alamovic.com

Akhirnya saya bisa pake domain and hostingan. Semoga saja terpuaskan saya. hehe

Jangan Lupa, kunjungi alamovic.com

Ada Yang Sakit Dengan Pendidikan Kita

Banyak anak negri ini yang menyayangkan tentang kurikulum pendidikan, budaya pendidikan, politik pendidikan dan sebagainya di Indonesia. Seolah-olah, negara ini bukanlah menjadikan pendidikan sebagai sumber kekuasaan bangsa. Bahkan, tak bisa dipungkiri bahwa pendidikan dijadikan mainan politik oleh pejabat tinggi di negri ini.
Selain itu, pemerintah pada masa orde baru telah mendesain budaya pendidikan dengan adat yang jelek di Indonesia. Pemerintah memberikan penguatan pada salah kaprah masyarakat yang melihat gelar sebagai tiket untuk mendapatkan “rasa diri” baru di masyarakatnya, yaitu menjadi: Pegawai Negri. Kalau ingin terhormat, jadilah PNS. Kalau ingin jadi PNS, jadilah Sarjana dulu. Tak perduli, apakah setelah menjadi Sarjana para mahasiswa ini sudah tak berkarya lagi, seolah bukan urusan pemerintah. Padahal untuk memajukan bangsa dibutuhkan sarjana-sarjana yang berkarya.
Bukan hanya itu, sekolah juga punya budaya yang buruk. “Sekolah kita dengan memperlakukan siswa sekedar sebagai mesin-mesin ingatan, serba menghapal, murid diredusir menjadi bank-bank ingatan untuk diuji nantinya dengan NEM. Ini semua membuat sekolah kita malah menjadi kekuatan yang mendehumanisir siswa. Kekuatan akal budi insani direndahkan sekedar menjadi mesin rekaman!”, kata Maha Guru Sejarah Sosial UGM, Prof.Dr.Sartono Kaartodirjo. Dan untuk jangka lama, jumlah jam pembelajaran semakin lama semakin padat “menyesakkan dada siswa”, tetapi apa hasilnya? Dapatkah dunia sekolah kita terbebas dari Westoksinasi (racun-racun barat) saperti free sex,narkoba,korupsi,dan sebagainya? Sejarah membuktikan tidak.
Di satu sisi pendidikan yang “terlalu akademik” cenderung melahirkan “otak teoritis” tapi kemampuan praktik nol. Di sisi lain mental pilih-pilih pekerjaan yang hanya berdasarkan orientasi gengsi, dan bukan orientasi “hasil karya” membuat situasi ini seperti api dan minyak. Tolong menolong dalam membakar diri. Rakyat yang telah “mensubsidi” pelajar untuk bersekolah tak pernah mendapat balasan dari dunia sekolah? Bukankah ini sia-sia?
Berikut perincian-perincian yang saya dapatkan.

Pendidikan di Indonesia dan Pengangguran Sarjana
“Aku mau jadi Sarjana!” boleh, tak ada salahnya. Tapi banyak sarjana jadi pengangguran. Analisis lain mengatakan bahwa tingkat pengangguran sarjana yang tinggi itu ternyata bersumber dan disebabkan juga dari sistem pendidikan tinggi yang masih terlalu bercorak “akademis” yaitu, hanya hebat dalam teori dan konsep daripada menerapkan logika ilmunya dalam kehidupan nyata. Apalagi sistem pendidikan formal yang terlalu dibakukan berdasarkan juklak dan juknis membuat dunia usaha tak mampu ikut mempengaruhi lahir matinya suatu program pendidikan.
Padahal Mahasiswa adalah insan akademik. Maka, secara teoritis Mahasiswa adalah calon pembawa perubahan bangsa atau agent of change. Bagaimana bisa merubah bangsa, kalau ternyata hal terkecil saja yaitu, kalahnya bersaing tenaga ahli kita di pasar tenaga kerja, tidak mampu dibenahi. Apalagi merubah bangsa ini yang sudah semrawut disana-sini.
Dalam hal ini apa yang disebut sebagai konsep belajar harus diubah dulu. Fleksibilitas harus diberikan. Jangan seperti sekarang, status Lulusan Sarjana, tapi untuk sekedar bisa “siap latih” saja tidak bisa. Ini bukti, bahwa bertambahnya “jumlah jam pembelajaran” di kampus tidak berkait dengan unggul tidaknya sarjana apabila lepas dari konteks yang membutuhkannya, baik konteks “pasar kerja” maupun masyrakat.

IQ adalah Produk EI dan SQ = Lingkungan
Suasana itu mengikuti kita, meliputi suasana kesadaran kita dari detik ke detik. Sebagian merupakan akumulasi dari berbagai kebiasaan menilai diri sendiri, dibentuk oleh lingkungan keluarga. Mereka yang berasal dari keluarga yang suka saling membentak tumbuh dalam cekaman rasa tak aman, merasa selalu diawasi, khawatir salah, tergantung, menunggu, tidak berani mengambil resiko dan inisiatif.
Tapi mereka yang dibesarkan dalam suasana demokratis, orang tua yang selalu mendengar, penuh suasana tolong-menolong ayah, ibu, dan seluruh anggota keluarga tumbuh relatif lebih positif jiwanya. Masing-masing ini menjadi “baju” kepribadian kita. Kita merasakannya sebagai “spontanitas” yang memimpin segala kecendernungan kita dalam merespon sesuatu. Dan semuanya, tergantung pada bagaimana manusia itu mencoba mengelilingi kalbunya dengan pikiran-pikiran positif, berprasangka baik, bekerja keras, sehat jasmani, bugar, dan seterusnya.
Maka kelak, manusia yang dibutuhkan adalah manusia cerdas. Yaitu yang memiliki kekayaan “pikiran dan suasana hati” positif. Pikiran positif adalah gerbang kematangan EI (Emotional Intelegency) dan SQ (Spiritual Quetiont). EI dan SQ adalah Kecerdasan Emosional dan Spiritual, sebuah temuan baru yang sekarang mulai menggeser mitos IQ sebagai keunggulan terpenting dalam hidup. Karena, IQ ternyata adalah produk EI dan SQ. namun, bukan berarti sebaliknya.

Budaya Sekolah Kita
Temuan ilmiah dikutip Quantum Learning (Bobbi De porter,1992) telah membuat geger masyarakat sekolah di Amerika. Setiap minggunya rata-rata anak menerima 460an komentar negative atau kritik dan hanya 75 komentar positif yang bersifat mendukung. Kita tak biasa menerima kegagalan sebagai sebuah keberhasilan yang tertunda, itu masalahnya. Dari SD sampai SMU, tidak di sekolah dan di rumah, “Bodoh kamu! Bloon. Stupid. Goblok!”dst.
Bayangkan, inilah makian yang biasa kita terima dari sekolah selama bertahun-tahun. Total 12 tahun lamanya kita dibesarkan oleh sistem yang tidak terlalu sadar diri manhandle aspek jiwa manusia yang rumit. Dan makian di depan umum sudah cukup membuat setiap siswa belajar bahwa melakukan kesalahan adalah AIB. Apakah hal ini tidak membekas di otak kita? Lebih dari cukup untuk membuat anak yang tadinya periang dan senang bertanya, menjadi pribadi yang penakut menghadapi situasi kelas: Traumatik.
Bandingkan makian di atas dengan “efek psikologis” kalimat-kalimat penuh dukungan sewaktu kita penuh dukungan sewaktu kita masih kecil ini.
“Bagus. Bagus. Ayo berdiri….”
“Satu..dua..tiga…ayo kesini. Aduh, pinternya….”
Dari balik korden, tiba-tiba nenek berseru penuh dukungan.
“Eh…cucuku sudah bisa berdiri!!!!”
Tiba-tiba bersamaan dengan itu:
Prak!!!
Terdengar bunyi pot bunga kesukaan nenek jatuh berantakan karena ditarik tangan sang Ade.
“Tidak apa-apa. Ayo coba lagi….”
“Ayo, lagi. Bagus. Satu…dua…”
“Hebat. Kamu memang anak cerdas. Ayo coba sekali lagi!”
Sementara Mak Ijah, pembantu yang bertugas memomong Ade cepat-cepat membersihakn pecahan porselin yang cantik itu.
Dan akhirnya sedikit demi sedikit kita bisa berjalan.
Tidak ada hukuman.
Tidak ada kesalahan.
Tidak ada kata : kegagalan yang ada hanyalah pujian-pujian.
Kegagalan adalah cost(biaya) untuk keberhasilan yang tertunda.

Sekolah Kita : Adopsi Barat Yang Kadaluarsa
Sekolah, sebagaimana kita kenal adalah adopsi barat. Sekolah dengan model Newtonian, dengan berbagai asumsinya kini terbukti salah. Selama ini kita percaya bahwa dengan memahami bagian-bagian, kita dapat memahami keseluruhannya. Dengan perkata lain analisis akan mengahsilkan sintesis. Penerapan dalil-dalil Newtonian secara utuh pada sistem-sistem social adatif yang rumit mengurangi kapasitas manusia untuk menumbuhkan intelegensia, energi dan semangat secara individual. Dengan kata lain, sekolah telah membunuh kreativitas individualitas anak didiknya.

Lalu bagaimana solusi seharusnya…?

Created by Alamovic
Sumber Buku ESQ

Published in: on 16/12/2007 at 6:54 pm  Tinggalkan sebuah Komentar  

Terima Kasih Ayah. Terima Kasih Ibu. Terima Kasih Semuanya

Jikalau Ayah bekerja dan dibayar Rp 50.000 perjamnya sekalipun, pasti aku akan membelinya dengan uangku untuk satu jam saja.

Jikalau Ibu membersihkan rumah dalam satu jam, psti aku akan membatunya dan tak perlu satu jam, lau sisanya untukku.

Jikalau adik mengerjakan PR untuk satu jam, pasti aku akan menyelesaikan Prnya dan sisa waktunya untukku.

Lalu kita semua berkumpul menjadi satu, menikmati betapa indahnya kebersamaan. Sekarang atau tidak sama sekali.

Ibu adalah Research Associate di Bidang Perkembangan Anak dan Hubunan Masyarakat. Tujuan dan Hidup Ibu sangatlah penting bagi hasil percobaan-percobaannya sekarang yang sudah berumur. Mereka masih memerlukan hasil risert terbarudari ibu, agar mampu berkembang dengan baik dan sukses. Tak lupa ayah, dialah produser yang sekaligus sutradara dibalik lab yang sederhana ini. Dengan dialah percobaan-percobaan itu tetap dipertahankan. Dialah otak percobaan-percobaan itu akan dibawa kemana.

Jika percobaan itu dibesarkan dalam pujian, ia akan belajar menghargai. Dalam restu dan persetujuan, ia akan belajar menyukai dirinya. Dibesarkan dalam pengakuan, ia akan belajar menyukai cita-cita.

Jika percobaan itu dibesarkan dalam suasana saling memberi, ia akan belajar tentang kebenaran dan keadilan. Dalam rasa aman, ia akan belajar mempercayai dirinya sendiri dan orang-orang yang ada dilingkungannya. Dalam persahabatan, ia akan belajar mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat nyaman untuk dihuni. Dalam kentrentaman, ia akan belajar memiliki pikiran yang damai.

Aku ingin cepat kembali ke lab dan ingin dibesarkan oleh Ayah dan Ibu dengan membawa hasil risert di lab lainnya. Tentunya denagn membawa kesuksesan dan kebanggaan, lalu mengabarkan ke asal labnya bahwa percobaannya berhasil dengan sukses dan masih perlu banyak diperbaiki agar hasilnya lebih baik.

Aku masih ingin mempelajari semuanya itu dengan baik kepada Ayah dan Ibuku. Karena waktuku mungkin masih banyak. Aku ingin dibesarkan dalam jika-jika yang tadi. Aku ingin bukan hanya harapan tetapi kenyataan. Dengan ketulusan dan keikhlasan, aku akan terima dengan ketulusan dan keikhlasan juga. Namun, jika kekerasan dan ketidakpercayaan, aku akan mencoba bersabar dan mencoba mencari lab lain yang damai. Jika aku membawa cinta pasti sukses dan kaya akan datang, membantu bukan dicari. Aku belajar betapa miskinnya isi kehidupanku selama ini. Terima kasih Ayah. Terima kasih Ibu. Terima kasih semuanya.

Kelak aku akan menjadi sepertimu. Dan dirimu akan menjadi Nenek dan Kakek yang bahagia. Buat Nenek-nenek yang ada, aku ucapakan terima kasihyang terdalam. Aku tidak akan membuatkan piring kayu dan gelas kayu untuk oarang tuaku kelak. Tapi, akan kubuatkan hasil percobaan yang berharga dan apa yang mereka berikan, bahkan lebih.

Published in: on 23/11/2007 at 7:09 pm  Tinggalkan sebuah Komentar  

Rasa Syukur

Aku Bersyukur Karena Aku Diberikan Allah Keajaiban Dunia

Betapa berharganya waktu kemarin yang disia-siakan. Tapi itu adalah sejarah, yang ada sekarang adalah sekarang. Dan besok adalah misteri.

Betapa berharganya tahun, tanyalah pada anak yang tidak lulus.

Betapa berharganya bulan, tanyalah pada ibu yang melahirkan bayi premature.

Betapa berharganya minggu, tanyalah pada editor sebuah Koran mingguan.

Betapa berharganya hari, tanyalah pada prajurit yang akan berperang.

Betapa berharganya jam, tanyalah pada penderita yang akan dioperasi.

Betapa berharganya menit, tanyalah pada penumpang pesawat yang tertinggal.

Betapa berharganya detik, tanyalah orang yang lolos dari kecelakaan.

Aku mencoba merajut mimpi pada masa depan dimulai sekarang. Apapun yang terjadi, baik itu positif maupun negatif, semua itu, hal yang terbaik untuk mendapatkan masa depan yang baik. Jika ingin baik buahnya, apakah baik dengan alami ataupun dengan diberi racun pestisida. Manusialah yang akan memakannya.

Aku mencoba belajar kehidupan ini dari hal-hal yang sepele, biasa, dan hal yang mengagumkan. Awan yang cerah, ruput dijalan, suara jangkrik, semuanya adalah hal biasa namun, bisa saja ini adalah hal yang terakhir aku menikmatinya.

Namun, aku tak tahu bagaimana dan apa yang harus aku perbuat dengan sebaik-baiknya. Aku bersyukur karena aku diberikan Allah keajaiban dunia yang baru aku pahami, dan sungguh merugi orang yang membuang dan merusaknya.

Menyentuh Ciptaan Allah

Merasakan Ciptaan Allah

Melihat Ciptaan Allah

Mendengarkan Ciptaan Allah

Meraba Ciptaan Allah

Mencintai Ciptaan Allah

Mengharagai Ciptaan Allah

Membantu Ciptaan Allah

Melindungi Ciptaan Allah

Tuhan tidak akan bertanya apa yang aku lakukan untuk diriku sendiri, tapi bertanya apa yang sudah aku lakukan untuk sesama manusia.

Tuhan tidak akan bertanya dilingkungan mana aku tinggal. Tapi, akan bertanya tentang apa yang aku lakukan untuk lingkunganku.

Tuhan tidak akan bertanya apa jabatanku, tapi akan bertanya apakah aku melakukan pekerjaanku dengan baik sesuai kemampuanku.

Aku ingin berusaha belajar dari kesalahan orang lain karena, umurku tak cukup melakukan kesalahan-kesalahan itu semua.

Published in: on 23/11/2007 at 7:07 pm  Tinggalkan sebuah Komentar